Archive Pages Design$type=blogging

.

Satu Lagi Kisah Yang Menguras Air Mata: "Aku Bersyukur, Ibuku Meninggal.."

Ia berjalan ke arah kerumunan makam ibunya dikuburkan dengan langkah yang penuh kepercayaan diri tanpa sedikitpun terlihat air mata di membe...

Ia berjalan ke arah kerumunan makam ibunya dikuburkan dengan langkah yang penuh kepercayaan diri tanpa sedikitpun terlihat air mata di membekas pipinya. Orang-orang yang hadir di acara tersebut menyalaminya dan mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya wanita tercinta yang telah membesarkannya.

Hampir tak ada sedikitpun rasa kesedihan di wajahnya. Dan senyumnya yang ramah itu menimbulkan tanda tanya di benak para pelayat, termasuk saudari satu-satunya.

Dia berdiri di tepi kuburan menatap liang lahat seolah-olah ingin mengukur luasnya. Lalu masuk kedalam, membantu pemakaman ibunya meski tanah basah mengotori jas yang dikenakannya. Sesekali dia tersenyum menatap wajah ibunya yang kaku dan tak bisa lagi membuka matanya. Dan sekali lagi, tidak adanya kesedihan diwajahnya menimbulkan pertanyaan, ‘Ada apa antara dia dan ibunya?’.

ilustrasi
Orang-orang telah pergi meninggalkannya yang masih berdiri di tepi kuburan sang ibu. Saudarinya pun telah dimintanya untuk pergi duluan mengurus suami dan anak-anaknya. Sementara dia tetap berdiri disana, sendirian, namun sekali lagi, tanpa sedikitpun kesedihan. Sesekali dia tersenyum seakan ibu melihatnya dari dalam.

“Boleh saya bertanya, nak?” Sapaan pak ustadz dari belakang mengagetkannya.

Dia menoleh kebelakang dan mengangguk kecil sambil tersenyum.

Pak ustadz lalu berdiri disebelah kanannya, “Saya hanya ingin meluruskan rasa penasaran warga padamu, ada apa antara kamu dan ibumu?”

“Maksudnya pak?”

“Yaaah, kami tidak melihat sedikitpun rasa sedih di wajahmu.”

Sekali lagi dia tersenyum dan menatap pusara sang ibu, “Ayahku meninggal saat aku masih remaja, dan dia ayah yang sangat baik meski bekerja pas-pasan. Dia melindungi kami dari apapun yang merusak lahir dan batin kami. Tapi aku adalah anak pembangkang.”

“Di hari terakhir ayahku, aku bertengkar hebat dengannya dan bahkan meyumpahinya hanya karena dia tak membelikan aku handphone yang kuinginkan. Aku takkan lupa saat ayahku selesai dikuburkan, pak ustadz. Ibuku menangis setiap harinya, tubuhnya melemah dan mengurus. Namun dia tak berhenti berkeliling menjajakan bakwan keseluruh kampung meski beberapa bakwan yang terjual itu terasa asin bercampur dengan air matanya.”

“Aku melihatnya setiap saat pak, dan aku tidak bisa berhenti menyalahkan diriku yang telah membawa kekecewaan di wajah ayahku saat dia meninggal. Sejak itu, aku meyakinkan diriku bahwa suatu hari nanti ibuku akan mengalami hal yang sama. Dia akan meninggal, dia akan meninggal, dan dia akan meninggal. Dan itu hanya masalah waktu.”

“Pikiran itu terus menghantuiku dan memaksaku harus melakukan sesuatu. Aku tak bisa lagi melakukan kesalahan yang sama seperti pada ayahku. Aku mengubah semua tentang hidupku, baik duniaku maupun agamaku, karena setiap harinya aku berpikir mungkin besok adalah hari terakhir ibuku. Hingga aku berada di posisi seperti ini, pak ustadz.”


Aku bersyukur, ibuku meninggal ketika aku tidak lagi membebani hidupnya.
Aku bersyukur, ibuku meninggal setelah aku memberinya cucu yang sehat dan berbakti.
Aku bersyukur, ibuku meninggal saat masa tuanya hanya tinggal memikirkan ibadah.
Aku bersyukur, ibuku meninggal saat aku sudah bisa menghajikannya memakai uang dari keringatku.
Aku bersyukur, ibuku meninggal dengan menepuk dada setiap kali dia bercerita tentangku dan saudariku.
Aku bersyukur, ibuku meninggal di rumahnya dan bukan di kontrakannya.
Aku bersyukur, ibuku meninggal sekarang ini, pak ustadz.
Aku bersyukur, ibuku meninggal penuh kebahagiaan karena aku dan saudariku selalu menghubunginya setiap hari menanyakan kabarnya dan menceritakan kabar kami.


Dia mulai meneteskan air mata, dan mulai mengalir deras, meski bibirnya terus menerus mengukirkan senyum yang menyejukkan.

“Dan aku bersyukur, pak ustadz. Aku bersyukur, ibuku meninggal tanpa membawa kekecewaan ke alam sana dan yakin bahwa aku dan saudariku akan terus memberinya kebanggaan. Penyesalanku sekarang, aku harus bersabar untuk melihat senyumnya dan mendengar tawanya lagi.”

Source : kabarmakkah
Name

Berita Bangka Chanel Lokal Chanel Sport Dunia Handphone Hp Info Hotel Info Jual Beli Info Unik Inspirasi Jual Beli Kuliner Lowongan Kerja Rumah Tv online Streaming Wisata Bangka Wisata Kuliner
false
ltr
item
Info bangka Belitung: Satu Lagi Kisah Yang Menguras Air Mata: "Aku Bersyukur, Ibuku Meninggal.."
Satu Lagi Kisah Yang Menguras Air Mata: "Aku Bersyukur, Ibuku Meninggal.."
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeQPShbGizP8g5-foh-QeEOK0x5oPWm92xJf9-8ik-Hf3UaABO7aFUNqtW2v2-oNWAldk3p_Pi6yHIt493Sy2GTd9BwxJ6mNVWfFuVmb7zkTGqZhvAdSJtm4KFkRkhItqRdxwCW4qs3yM/s640/Keranda_1.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeQPShbGizP8g5-foh-QeEOK0x5oPWm92xJf9-8ik-Hf3UaABO7aFUNqtW2v2-oNWAldk3p_Pi6yHIt493Sy2GTd9BwxJ6mNVWfFuVmb7zkTGqZhvAdSJtm4KFkRkhItqRdxwCW4qs3yM/s72-c/Keranda_1.jpg
Info bangka Belitung
http://informasibangka.blogspot.com/2015/11/satu-lagi-kisah-yang-menguras-air-mata.html
http://informasibangka.blogspot.com/
http://informasibangka.blogspot.com/
http://informasibangka.blogspot.com/2015/11/satu-lagi-kisah-yang-menguras-air-mata.html
true
5789588696739179871
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago